Makalah peran pemerintah dalam pengembangan ekonomi islam



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Islam memiliki konsep negara, pemerintahan dan kesejahteraan ekonomi yang komprehensif. Dalam Islam institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan moral dan syariah Islam. Konsep ukhuwah, konsep tausiyah, dan konsep khalifah merupakan landasan pembangunan institusi Islam yang berbentuk negara. Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan, dalam hal ini negara, adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Sehingga ada hubungan yang saling menguntungkan dan menguatkan (simbiosis mutualisme). Di satu sisi agama menjadi pondasi bagi negara untuk berbuat bagi rakyatnya menuju kesejahteraan. Sementara negara menjadi alat bagi agama agar ia tersebar dan terlaksana secara benar dan efisien.
Nejatullah Siddiqi menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dapat diorganisir atau diatur menggunakan prinsip-prinsip Islam kecuali menggunakan negara sebagai media.
Dalam Islam ada beberapa ketentuan yang dijalankan oleh pemerintah dari sebuah negara seperti implementasi mekanisme zakat, ketentuan pelarangan riba, dan implementasi undang-undang hudud (hukum pidana Islam). Pentingnya peran negara dalam efektivitas implementasi prinsip syariah pada setiap sisi kehidupan dengan adanya negara maka diharapkan risalah Islam dapat terpelihara dan berkembang termasuk di dalamnya akidah dan tatanan, ibadah dan akhlak, kehidupan, dan peradaban, sehingga semua sector kehidupan manusia dapat berjalan dengan seimbang dan harmoni baik secara materi dan ruhani.

1.2.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan ekonomi Islam
2.    Apa bentuk praktik penyelenggaraan kebijakan ekonomi dalam pemerintahan Islam
3.    Bagaimana peran masyarakat dalam perekonomian
4.    Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menetapkan alokasi anggaran belanja negara


1.3.    Tujuan
1.    Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana peranan negara dalam ekonomi Islam
2.    Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan bentuk praktik penyelenggaraan kebijakan ekonomi dalam pemerintahan negara dengan menyontoh pemerintahan Islam pada masa Rasul
3.    Agar mahasiwa mengerti peranan masyarakat dalam perekonomian
4.    Agar mahasiswa mengerti dan memahami cara penetapan alokasi anggaran belanja negara yang merupakan kebijakan pemerintah




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Peran Pemerintah dalam Pengembangan Ekonomi Islam
Pemerintah memegang peranan penting di dalam ekonomi Islam, karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Beberapa peran yang harus dimiliki oleh pemerintah terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.    Tanggung Jawab Pemerintah Menyejahterakan Rakyat
Islam menentukan fungsi pokok negara dan pemerintah dalam bidang ekonomi, yaitu menghapuskan kesulitan ekonomi yang dialami rakyat, memberi kemudahan pada akses pengembangan ekonomi kepada seluruh lapisan rakyat dan menciptakan kemakmuran.  Al-Qur’an memaklumatkan visi negara dalam bidang ekonomi ini :
      ”Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." (Thaha: 118-119)
Dalam kaitan ini, Imam Al-Ghazali menguraikan tanggungjawab sosial ekonomi negara :
      ”Tanggungjawab penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka mengahadapi kelangkaan pangan, kelaparan dan penderitaan, khususnya ketika terjadi kekeringan atau ketika harga tinggi sampai rakyat mendapat penghasilan kembali, karena dalam keadaan tersebut sulit bagi mereka memenuhi dua tujuan tersebut.  Dalam kondisi tersebut negara harus memberi makanan kepada rakyatdan memberikan bantuan keuangan kepada mereka dari kekayaan negara supaya mereka dapat meningkatkan pendapatan mereka”.
Al-Mawardi dalam kitabnyaal-ahkam al-sulthaniyah menyebut beberapa tanggungjawab pemerintah dalam bidang ekonomi :
a.Terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi.
b.Pemungutan pendapatan dari sumber-sumber yang tersedia  dan menaikkan pendapatan dengan menetapkan pajak baru bila situasi menuntut demikian.
c.Penggunaan keuangan negara untuk tujuan-tujuan ya ng menjadi kewajiban negara.

2.    Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kebijakan Ekonomi Publik
Dengan menganalisis sumber utama al-Qur’an dan al-hadis dengan ditambah studi pustaka, pada bagian ini penulis memberanikan diri sebagai intelectual excercise menyusun prinsip-prinsip Islam untuk kebijakan publik:
a.    Prinsip Hakikat Kepemilikan pada Allah swt.
Bahwa alam semesta beserta isinya termasuk manusia didalamnya adalah makhluk (ciptaan) Allah SWT.
        Oleh karenanya hakikat kepemilikan bukan pada manusia akan tetapi milikAllah swt,sedangkan manusia adalah pihak yang diberi amanah untukmengelola, memelihara dan memanfaatkan alam semesta ini untukkemaslahatan seluruh ummat manusia. Kepemilikan manusia diakui dalam Islam sebagai bagian hasil dari jerih payah usahanya secara sah.
b.    Prinsip Sumber Pengambilan Keputusan.
Pengambilan keputusan kebijakan wajib bersandar pada Kitabullah dan Sunnatu Rasulullah saw. Bila permasalahan memerlukan  ketegasan hukum yang secara langsung berkait dengan masalah tersebut tetapi belum dapat ditemukan dalam Al-Qur’an maupun as-sunnah maka dipersilakan pada manusia untuk melakukan ijtihad.  Buah ijtihad haruslah tidak bertentangan dengan syari’ah Allah swt.
c.    Prinsip Musyawarah.
Kebijakan publik haruslah melalui musyawarah dan mempertimbangkan keseluruhan aspek dan faktor-faktor yang terkait dengan permasalahan tersebut secara komprehensif dengan segala akibatnya.
d.    Prinsip Maqashid Syariah.
              Kebijakan publik haruslah mempertimbangkan maqashid syariah.
e.    Prinsip Keadilan dan Kemaslahatan.
                Kebijakan publik harus menjamin keadilan dan kemaslahatan bagi semua.
f.    Prinsip  Kepemimpinan dan Kepatuhan
          Bila kebijakan telah diputuskan dengan musyawarah maka wajib bagi pemimpin untuk mengeksekusi keputusan itu dan wajib pula bagi yang dipimpin untuk menunjukkan kepatuhan dalam melaksanakan kebijakan itu.
g.    Prinsip Pertanggungjawaban.
    Setiap kebijakan atau tindakan apapun dan sekecil apapun akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak. Dan setiap kewajiban publikharus pula dipertanggungdakwakan kepada publik karena menyangkut penggunaan kekuasaan dan wewenang serta penggunaan aset yangdiamanahkan  kepada pengambil kebijakan tersebut.

2.2.    Praktik Penyelenggaraan Kebijakan Ekonomi dalam Pemerintahan Islam
Di dalam pemerintahan Islam dimasa Rasulullah hingga para fukoha, praktik penyelenggaraan kebijakan ekonomi diatur dengan sedemikian rupa melalui beberapa instrumen kelembagaan yang terkait seperti penjelasan berikut:

1.    Baitul Maal
Baitul Maal adalah institusi moneter dan fiskal Islam yang berfungsi menampung,  mengelola dan mendistribusikan kekayaan negara untuk keperluan kemaslahatan ummat. Keberadaan baitul maal pertamakali adalah sejak setelah turun wahyu yang memerintahkan Rasulullah untuk membagikan ghanimah dari perang Badr.
”Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[593], oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (al-Anfal: 1)
      Ketentuan Allah tersebut menunjuk Rasulullah sebagai pihak yang berwenang membagikan ghanimah dan menyimpan sebagiannya, yaitu seperlima bagian untuk diri dan keluarganya serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil.

2.    Institusi Bentukan Pemerintah Islam di Masa Awal
Secara umum fungsi baitul maal adalah membantu negara untuk memungut dan menampung harta yang menjadi hak masyarakat muslim dari berbagai sumber mata pendapatan negara dan mendistribusikan kembali kepada masyarakat.  Tujuannya, adalah jangan sampai kekayaan hanya berputar di segelintir orang kaya saja tetapi terdistribusi secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat dan untuk dibelanjakan untuk kemaslahatan ummat.
Fungsi dan tujuan itu terlihat nyata dari bentuk struktur organisasi baitul maal dimasa Khlifah Umar bin Kathab.  Umar membentuk :
a.    Departemen Pelayanan Militer.
Fungsi utama departemen ini, adalah medanai aktivitas dan kebutuhan pasukan termasuk untuk pembayaran gaji, pensiun dan jaminan masa depan keluarganya.
b.    Departemen Kehakiman dan Eksekutif.
Tugas departem pokok departemen ini, adalah membiayai aktivitas pelayanan hukum dan publik termasuk membayar gaji para hakim dan pejabat negara sesuai dengan kecukupan yang wajar agar mereka tidak melakukan praktik korupsi atau menerima suap.
c.    Departemen Pendidikan dan Pelayanan Islam
Departemen bertugas mendistribusikan pembiayaan untuk kebutuhan pencerdasan ummat dan aktivitas dakwah termasuk pembayaran gaji guru dan juru dakwah serta keluarganya.
d.    Departemen Jaminan Sosial.      
Jaminan hidup bagi anak-anak yati, kaum fakir dan miskin, janda-jand tua dan orang jompo, orang cacat, pembiayaan pernikahan, persalinan dan jaminan kebutuhan hidup keluarga yang tidak mampu dan untuk kemaslahatan ummat lainnya adalah menjadi tugas utama departemen jaminan sosial ini.
Pada masa umar pula struktur organisasi ini berkembang seiring dengan perkembangan permasalahan yang terjadi, seperti pembentukan cabang-cabang baitul maal di wilayah-wilayah taklukan, pembentukan sistim diwan, membentuk tim sensus penduduk (nassab) untuk menentukan indeks kebutuhan dan jaminan sosial bagi masyarakat.

2.3.    Peran Masyarakat dalam Perekonomian

1.    Peran Masyarakat pada Masa Islam Klasik
Sejak awal peradaban manusia, memiliki peran penting dalamperekonomian.Kesejahteraan ekonomi yang berhasil di capai oleh masyarakat adalah merupakan hasil koleksi dari semua komponen dalam masyarakat tersebut. Mereka bekerja tidak selalu unyuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Salah satu inovasi adalah karena seseorang mnyadari, bahwa hidupnya akan selalu menbutuhkan orang lain. Jadi, siakap altruisme ini pada akhirnya kembali pasa keuntungan dan kepentingan seseorang itu sendiri.
Alasan lain adalah pandangan bahwa sifat altruisme merupakan bentuk integraldan alamiah dari pelaku manusia. Manusia adalah makhluk individu sekaligus social sehingga secara naluriah selalu membutuhkan uluran tangan kepada orang lain.
Dalam era saat ini, banyak orang atau perusahaan membantu orang lain karena keinginan membentuk reputasi positif dari masyarakat luas.
Kepedulian terhadap orang lain dalam Islam didasari oleh motif intrinsik yang berakar pada spiritual keimanan. Seseorang memiliki kepedulian kepada orang lain didorong oleh keinginan untuk mencari ridho Allah dan mengaharapkan pahala diakhirat kelak. Seorang muslim terhadap muslim lainnya.
Sejarah masyarakat Islam Klasik telah memberikan potret yang indah tentang peran masyarakat dalam perekonomian. Masyarakat memiliki peranan yang amat besar, baik dalam penyediaan barang maupun jasa, selama periode Rasulullah Saw. Hal ini berlangsung pada masa Khalifaurrasyidin dan saudaranya, meskipun pemerintah juga memiliki peran yang penting.

2.    Rasionalitas pada Masyarakat
Pentingnya peran masyarakat dalam perekonomian adalah sama dengan sektor lainnya, yaitu pasar dan pemerintah. Beberapa dasar pemikiran peranan masyarakat ini, yaitu sebagai berikut:
a.    Konsenkuensi fardhu kifayah
Fardhu al-kifayah merupakan suatu kewajiban yang ditunjukan kepada masyarakat di mana jika kewajiban ini dilanggar, maka seluruh masyarakat akan menanggung dosa, sementara jika telah dilaksanakan (bahkan hanya oleh satu orang), maka seluruh masyarakat akan terbebas dari kewajiban tersebut. Meskipun pemerintah terkadang dapat berperan lebih efektif di bandingkan masyarakat secara langsung, tetapi masyarakat tidak dapat terlepas dari tanggungjawab ini. Pada dasarnya konsep fard al-kifayah adalah mengacu pada tanggung jawab masyarakat.
b.    Adanya hak milik publik
Peranan masyarakat juga muncul karena adanya konsep hak milik publik dalam ekonomi islam, seperti waqf. Kekayaan waqf adalah kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan berlaku sepanjang masa, karena waqf merupakan hak milik masyarakat yang tidak tergantung kepada pemerintah yang berkuasa.
c.    Kegagalan pasar
Kegagalan pasar tidak cukup hanya diselesaikan dengan peran pemerintah, sebab pemerintah juga memiliki kegagalan. pasar bekerja dengan mekanisme permintaan dan penawaran di mana masyarakat suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Komoditas seperti ini harus memiliki suatu harga. Sedangkan untuk memiliki harga komoditas seperti ini otomatis harus bisa diukur (measurable).
d.    Kegagalan pemerintah
Meskipun peran pemerintah sangat berguna, termaksuk dalam menjalankan fardlu kifayah, tetapi terdapat beberapa kelemahan-kelemahan. Hal ini selanjutnya dapat menggangu efisiensi peranan pemerintah sehingga diperlukan peran masyarakat secara langsung. Beberapa kelemahan ini yaitu:
1)    Pemerintah sering kali tidak berhasil mengidentifikasi dengan tepat kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya, sehingga formulasi kebijakannya juga tidak tepat.
2)    Pemerintah sering kali juga memiliki banyak masalah struktural yang dapat menghambat efektifitas dan efisiensi kebijakan, misalnya masalah birokrasi dan politik.
3)    Keterlibatan pemerintah sering kali menimbulkan pengaturan yang berlebihan terhadap aktivitas perekonomian, sehingga justru menghambat mekanisme pasar dan peran masyarakat secara langsung.

3.    Ruang Lingkup dan Instrumental Peranan Masyarakat
Peranan masyarakat dalam perekonomian memiliki lingkup yang luas. Aktivitas ini mencakup berbagai hal yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan perekonomian maupun hal lain yang secara tidak langsung menjadikan kegiatan perekonomian lebih baik. Peranan masyarakat dalam perekonomian mencakup hal-hal berikut:
a.    Menjaga kebutuhan ekonomi keluarga
Keluarga memiliki peranan yang amat penting dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, di luar sistem ekonomi dipertukarkan dalam pasar maupun pemerintah. Sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluraga telah memberikan terhadap perekonomian.
b.    Mengelola ZIS
Zakat, infak, dan sedekah (ZIS) memiliki peranan penting dalam penyediaan barang dan jasa, baik barang publik maupun barang privat. Adanya ZIS telah menyediakan dana yang murah bagi pembiayaan berbagai kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Islam mengatur kewajiaban zakat dan sasaran pemanfaatannya secara pasti karena zakat memiliki dampak ekonomi yang lebih pasti pula.
c.    Menyediakan Pelayanan Sosial
Penyediaan layanan-layanan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan umum dan keagamaan, advokasi dan perlindungan lingkungan hidup, pelayanan kesehatan, peningktan keahlian dan keterlampilan, dan berbagai bentuk layanan jasa lainnya, banyak dilakukan oleh masyarakat sendiri.
d.    Pengolahan Waqaf
Waqaf merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang telah terbukti berperan besar dalam perekonomian. Waqaf adalah salah satu bentuk kekayaan yang secara hukum diberikan kepada publik,meskipun pengelolahannya kemungkinan dapat dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat sendiri. Pada dasarnya waqf dapat mengambil berbagai bentuk kekayaan apa saja sepanjang dapat memberikan keuntungan ekonomi atau manfaat lainnya bagi masyarakat.

2.4.    Kebijakan Pemerintah dalam Menetapkan Alokasi Anggaran Belanja Negara
a.    Sistem Anggaran Belanja
    Sistem anggaran belanja pemerintah di masa periode awal Islam ditentukan oleh jumlah pendapatan yang tersedia.  Berdasar jumlah pendapatan negara itu ditentuk anggaran pengeluaran. Kesimpulan lain dari pola kebijakan anggaran belanja di era wal Islam, disebutkan M.A. Manan, ”tidak berorientasi pada pertumbuhan ekonomi”.  Kesimpulan kedua ini hemat penulis belumlah final, terbuka lebar untuk diperdebatkan. Mengingat terminologi yang dipergunakan al-Qur’an maupun  yang ditunjukkan as-Sunnah bahkan realitas sejarah terutama di masa kekhalifahan Umar membuktikan anggaran belanja pemerintah tidak hanya habis untuk sekedar menutupi kebutuhan ekonomi masyarakat tetapi justru memperluas akses ekonomi untuk seluruh lapisan masyarakat dan mendorong pertumbuhan investasi. Sekedar menunjuk bukti sejarah, adalah kebijakan Khalifah umar bin Khathab yang memerintah Amr Bina Ash, selaku Gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga aktiva baitul maal untuk pembangunan  infra struktur, seperti pembangunan kanal antara Kairo dan dan Pelabuhan Suez dan membangun dua pusat bisnis internasional di kota Kufah dan Basrah dengan tujuan memperlancar aktivitas perdagangan internasional.
    Permasalahan utama yang perlu mendapat porsi pembahasan yang memadai, adalah menimbang perkembangan sosial ekonomi politik yang telah sangat berbeda maka sistem anggaran yang bagaimana yang sesuai dengan Islam antalain:
1)    Alternatif Sistim Anggaran Belanja Negara di Era Modern
Ekonomi modern memperkenalkan empat model anggaran belanja negara. Yaitu : pertama, anggaran belanja berimbang dimana penerimaan dan belanja negara adalah sama. Kedua,anggaran belanja surplus, yaitu penerimaan lebih besar daripada pengeluaran. Ketiga,anggaran belanja defisit, yaitu anggaran yang menunjukkan lebih besar pasak daripada tiang. Keempat,  perkembangan terakhir dari sistim anggaran yang ditawarkan oleh para ahli ekonomi untuk mengefektifkan sistim anggaran, adalah anggaran berdar program dan prestasi kerja. Sistim anggaran berimbang oleh banyak ekonom telah dipandang ortodoks oleh karenanya kecenderungan setelah alternatif kebijakan anggaran berimbang adalah kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
2)    Dimensi Kemaslahatan Ummat dalam Pilihan Sistim Anggaran Belanja
    Sistim anggaran belanja yang efektif tidak sekedar fokus pada pengeluaran pembiayaan tetapi terselenggara dan tercapainya target-target yang direncanakan.
Kaidah-kaidah Islam yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi publik bertujuan mengendalikan pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien.  Kaidah Islam dalam bidang mu’malah, satu sisi terumuskan secara mujmal  dan bersifat prinsip, sisi lain bersifat teknis yang bersifat lentur (flesible) sehingga dimungkinkan penggunaan ijtihad.

b.    Kaidah Menentukan Kebijakan Publik
    Secara umum, Islam mengemukakan kaidah dalam menentukan kebijakan ekonomi publik, sebagai berikut :
•         Pembelanjaan anggaran berorientasi pada kemaslahatan publik.
•         Alokasi anggaran belanja fokus pada skala prioritas dan pada hal yang mubah dan tidak ada alasan rasional apapun yang dapat diterima untuk pembiayaan yang diharamkan Allah SWT.
•         Menghindari masyaqoh (kesulitan) dan mudharat  lebih utama daripada melakukan perbaikan.
•         Untuk menghindari kerugian, pengorbanan atau mudharat bagi publik maka kepentingan individu atau sekelompok orang dapat dikorbankan.
•         Yang mendapat manfaat harus bersedia menanggung beban dan resiko (algiurmu bil gunmi).
•         Bila untuk menegakkan sesuatu yang wajib, dipersyaratkan oleh sesuatu yang lain, yang tanpanya kewajiban itu tidak dapat ditunaikan maka sesuatu itu menjadi wajib”.
    Berdasar orientasi kemaslahatan publik maka anggaran defisit untuk konteks negara memiliki pos penerimaan yang lebih sedikit dari pos pengeluarannya, kebijakan anggaran defisit dapat menemukan alasan yang cukup kuat, yaitu bila ternyata dengan pembiayaan defisit itu memacu pertumbuhan ekonomi secara merata, meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin dan menciptakan peluang kerja yang lebih luas.  Penerapan kebijakan anggaran defisit ini harus diperhitungkan dengan cermat, jangan sampai pembiayaan belanja negara itu hanya akan meningkatkan GNP tetapi  tidak berdampak positif secara signifikan terhadap pemerataan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat miskin, bahkan sebaliknya kebijakan pembiayaan belanja itu hanya akan menguntungkan kelompok masyarakat aghniya.
Pembiayaan defisit dapat bersumber pada investasi bagi hasil dengan skema mudharabah, musyarakah, murabaha, atau skema lainnya yang legalitasnya tidak berbenturan dengan kaidah pokok.  Maka, dapat saja pemerintah mengundang investasi asing untuk menggenapi defisit anggaran sepanjang berdampak positif dan dominan bagi kemaslahatan publik.
    Sesungguhnya sektor hukum mu’amalah memiliki daya lentur yang membuka peluang besar untuk berijtihad, seperti yang telah dilakukan para Khulafaur Rasyidin dan para ulama Islam di abad pertengahan.  Zakat, misalnya merupakan sumber pendapatan yang sangat luar biasa bagi negara.  Apabila negara dapat mengelola zakat ini sebagai bagian dari kebijakan strategis negara, tidak lagi membiarkan pengelolaan zakat oleh individu-individu atau institusi masyarakat secara terpisah dengan kebutuhan anggaran negara maka sebagian  defisit anggaran negara dapat ditutupi oleh sektor pendanaan yang tiada pernah habis ini oleh karena sifatnya yang diwajibkan oleh syari’ah. Besaran zakat yang tidak pernah disebutkan secara pasti dalam al-Qur’an dalam keadaan tertentu dapat saja dikenakan lebih besar terhadap kaum aghniya yang selama ini diuntungkan lebih besar dari berbagai kebijakan negara.
    Sektor pendapatan sumber alam yang selama ini dikelola pihak asing dan lebih menguntungkan investor asing, harus dikaji ulang dengan perhitungan dan kebijakan sosial politik ekonomi  yang lebih memihak pada kemaslahatan ummat.  Kekayaan alam di negara-negara Islam tersedot habis ke negara-negara maju yang memiliki kemampuan keahlian dan teknologi pengelolaan sumber daya alam.  Realitas ini menunjukkan untuk mengambil kebijakan yang sinkron antara kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang, antara kebutuhan fiansial jangka pendek dan pemeliharaan serta pemanfaatan kekayaan alam untuk masa depan generasi bangsa.
    Dalam kaitan itu, kebijakan yang cenderung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia harus mendapat skala prioritas tinggi disamping pembiayaan kebutuhan jangka pendek karena memberikan efek multiflier yang sangat signifikan.  Keunggulan negara-negara maju oleh karena keunggulan sumber daya manusia dan tanda-tanda kehancuran negara-negara maju juga oleh karena kehancuran akhlak (sosial budaya) masyarakatnya. Realitas menunjukkan ketersediaan kekayaan alam ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat karena tanpa kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya.
    Realitas sejarah juga menunjukkan sumber-sumber pendapatan negara Islam memiliki variasi yang lebih banyak dan memberikan kontribusi yang tetap dan sisi pembelanjaannya menciptakan kondisi sosial politik dan ekonomi yang stabil yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.  Kenyataan ini sesungguhnya merupakan manifestasi dari totalitas komitmen generasi awal Islam terhadap agamanya sendiri, ad-Diin al-Islam yang kemudian mewujud dalam bentuk profesionalisme (akhlak) bekerja serta  keberanian untuk berpihak pada kemaslahatan ummat ketimbang orientasi kekuasaan dan kenikmatan kontemporer yang disuguhkan dunia.
    Sedangkan sistim anggaran berbasis program dan prestasi, yang dalam belakangan terakhir ini dipublikasikan dapat lebih efektif dan efisien untuk negera-negara berkembang tidaklah cocok, karena persyaratan penerapan kebijakan anggaran ini adalah kelangkapan dan akurasi data untuk mengukur satuan biaya untuk setiap rencana program.  Kemampuan manajemen dan administrasi pemerintahan pada umumnya negara Islam masih sangat minim.
c.    Pos Alokasi Anggaran Belanja
    Alokasi anggaran belanja negara tidak terlepas dari tanggungjawab negara yang telah dibahas pada bab awal dalam tulisan ini.  Tanggungjawab negara merupakan refleksi dari persoalan sosial ekonomi politik yang berkembang dan skala dharuriyahnya.   Berdasar analisis sejarah dan informasi literatur tentang distribusi aset negara yang dilakukan baitul maal, maka  anggaran belanja dalam negara Islam, dialokasikan sebagai berikut :
•    Pemenuhan Kebutuhan masyarakat miskin.  Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, anggaran belanja diambil dari mata anggaran zakat, ghanimah dan fa’i.
•    Belanja Pertahanan dan Pasukan Militer.  Anggaran  dan termasuk pula membayar jaminan pensiun pasukan beserta keluarga yang ditinggalkan. Pembiayaannya berasal dari pos ghanimah, fa’i dan zakat.
•    Pelayanan Administrasi.  Semua operasionalisasi negara untuk pelayanan publik dengan kompleksitas administrasinya dan pembayaran gaji  para aparatur negara, seperti hakim, guru, gubernur, dan pejabat negara lainnya diambil dari pos fa’i.
•    Jaminan Keamanan Sosial (social security). jaminan sosial merupakan pemberian jaminan untuk mencukupi kebutuhan hidup minimal secara kultural yang layak.  Jaminan sosial yang diberikan baitul maal ditujukan kepada para fakir dan miskin, anak-anak yatim, para janda, para lansia, orang cacat bahkan kepada non muslim yang tidak mampu, lemah, cacat atau lanjut usia.
•    Pensiunan dan bantuan keuangan untuk para pejuang dan warga senior yang banyak berjasa pada Islam.
•    Pendidikan.  Setiap program pencerdasan bangsa dan penyebaran dakwah Islam ke berbagai wilayah dibiayai oleh keuangan publik (baitul maal).
    Proyek-proyek pembangunan seperti pra sarana dan sarana kepentingan publik : jalan raya, pengairan lahan pertanian, penerangan, infrastruktur transportasi, dan proyek-proyek pembangunan lainnya yang dibutuhkan publik dan mendorong pengembangan kesejahteraan ekonomi sosial maka menjadi sasaran pembiayaan belanja negara.
d.    Klasifikasi Alokasi Anggaran Belanja
    Secara umum, alokasi anggaran belanja pemerintahan Islam, dapat diklasifikasikan menjadi :
•    Belanja  kebutuhan rutin operasional pemerintahan, mencakup belanja pemenuhan kebutuhan masyarakat, operasional roda pemerintahan dan jaminan sosial.
•    Belanja Umum, mencakup pengadaan fasilitas dan barang publik dan pembangunan infrastruktur sosial lainnya.
•    Belanja Proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pembiayaannya proyek peningkatan kesejahteraan rakyat ini bisa melalui subsidi atau bantuan langsung.



BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Pemerintah memegang peranan penting di dalam ekonomi Islam, karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Beberapa peran yang harus dimiliki oleh pemerintah terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Tanggung Jawab Pemerintah Menyejahterakan Rakyat
a. Terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi.
b. Pemungutan pendapatan dari sumber-sumber yang tersedia  dan menaikkan pendapatan dengan menetapkan pajak baru bila situasi menuntut demikian.
c. Penggunaan keuangan negara untuk tujuan-tujuan ya ng menjadi kewajiban negara.

2.    Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kebijakan Ekonomi Publik
a.    Prinsip Hakikat Kepemilikan pada Allah swt.
b.    Prinsip Sumber Pengambilan Keputusan.
c.    Prinsip Musyawarah.
d.    Prinsip Maqashid Syariah.
e.    Prinsip Keadilan dan Kemaslahatan.
f.    Prinsip  Kepemimpinan dan Kepatuhan
g.    Prinsip Pertanggungjawaban.







DAFTAR PUSTAKA

-    Ir. H. Adiwarman A. Karim, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Jakarta, Rajawali Pers, 2004.
-    Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), “Ekonomi Islam”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ALAT PERAGA

MAKALAH STANDAR KOMPETENSI DA KOMPERENSI DASAR

Makalah Teori Adam Smith