Makalah SEJARAH MUHAMMADIYAH
BAB I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muhammadiyah adalah gerakan islam yang di dirikan K.h Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan 18 November 1912 M.secara bahasa kata “muhammadiyah” berarti “ mengikut nabi Muhammad “ penggunaan kata “ muhammadiyah “ di maksudkan untuk menisbahkan ( menghubungkan )dengan ajaran dan jejak perjuangan nabi muhammad. gerakan ini lahir di kauman yokyakarta,sebuah kampong di samping kraton Yogyakarta . sesuai namanya kaum adalah kampong yang banyak berisi kaum atau para ahli agama dengan demikian muhammadiyah lahir di tengah masyarakat yang taat menjalan kan islam.
Namun demikian islam yang berjalan di masyarakat muslim pada umumnya, termasuk kauman di dalamnya , adalah islam yamg dalam pandangan K.h Ahmad Dahlan adalah islam yang telah beralkuturasi dengan budaya jawa,lebih dari itu yaitu islam yang telah terkunkung oleh hegemoni budaya jawa kehadiran muhammadiyah adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap praktek islam yang di anggap keliru itu.tengah masyarakat seperti itulah muhammadiyah berdiri ia hadir untuk sebuah tujuan terwujudnya islam yang sebenar- benarnya. Muhammadiyah ingin menjadikan nilai- nilai ajaran yang menyeluruh dan ideal itu mewujud dalam kehidupan nyata dalam pentuk yang di ridhoi allah.
Pada masa kepemimpinan K. H Ahmad dahlan ( 1912 – 1923 ) mengaruh muhammadiyah terbatas di karesidenan seperti Yogyakarta, Surakarta , dan Pekalongan.
B. RUMUSAN MASALAH
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
Profil KH. Ahmad Dahlan
Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui dan memahami Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial……..?
2. Untuk mengetahui dan memahami Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )……..?
3. Untuk mengetahui Profil KH. Ahmad Dahlan
4. Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
1) Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
a. Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak.
b. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia.
c. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.
Faktor Subyektif ( Keprihatinan Dan Keterpanggilan KH. Ahmad Dahlan Terhadap Umat Dan Bangsa )
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : "Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
Profil KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialahMaulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampungKauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
Konsep Pemikiran Ahmad Dahlan
1. Pemikiran Ahmad Dahlan
Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. [6] Kondisi ini sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungannya pertama ke Mekkah. Kemudian ide itu lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua.
KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekah dua kali, pertama selama 8 bulan (setelah menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil), dan yang kedua pada tahun 1903 dengan anaknya, Muhammad Siraj Dahlan. Yang kedua ini ia bermukim selama satu tahun. Sepulangnya ia dirikan asrama untuk mengajar, murid-muridnya berdatangan dari Yogya maupun luar Yogya (antara lain Pekalongan, Batang, Magelang, Semarang, Solo).
Ada perbedaan menarik mengenai cara mengajarnya, ketika belum berangkat ke Mekah yang kedua, KH Ahmad Dahlan masih mengajarkan kitab-kitab kalangan “ahlussunah wal jamaah” berupa kitab aqaid, fikih dalam mahzab Syafi’i dan tasawuf dari Imam al-Ghazali. Namun, setelah berangkat yang kedua kali ke Mekah, kitab-kitab yang dibaca adalah kitab-kitab berisi pembaharuan keagamaan. Diantara kitab-kitab yang sering dibaca antara lain; Risalat at-Tauhid (Muhammad Abduh), Tafsir Juz Amma (sama), Dariat al Marif (Farid Wajdi), Al Tasawul wa al Wasilah (Ibnu Taimiyyah), dll.[7]
Dapat dikatakan disinilah mulai munculnya pergeseran pemikiran. Pergeseran ini memiliki beberapa faktor-faktor penyebab tentunya, selain buku-buku yang dia bawa tersebut.
Secara umum, ide-ide pembaharuan Ahmad Dahlan menurut Ramayulis dan Samsul Nizar dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khurafat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
Ide-ide pembaharuan tersebut hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan. Menurut Ahmad Dahlan pendidikan juga merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.[8]
Jadi berarti pola pemikiran Ahmad Dahlan hampir sama dengan pola pemikiran Mohammad Abduh. Menurut Abduh bahwa revolusi dalam bidang politik tidak akan ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara besar-besaran dan dilalui secara berangsur-angsur atau secara evolusi. Tegasnya bagi Muhammad Abduh dalam rangka memperjuangakn terwujudnya ’izzul Isalam wal muslimin di samping umat Islam harus berani merebut kekuasaan politik kenegaraan, maka terlebih dahulu yang perlu dibenahi adalah memperberbaharui sember-sumber para mujaddin dan ulama. Lewat sumber-sumber inilah akan lahir kader-kader pembaharu yang akan menyebar ke seluruh dunia. Mengenai pelaksanaan pendidikan ---menurut Dahlan-- hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu Al-Qur an dan Sunnah.[9]
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi memrumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal (makhluk).
Seperti yang diketahui, semangat besar gerakan pemurnian Islam yang dibawa oleh tokoh-tokoh seperti Wahabbi dan Abduh adalah kembali kepada kitab dan sunnah. Ahmad Dahlan terpengaruh banyak oleh pemikiran mereka dan teman-temannya seperti Rasyid Ridha atau Ibnu Tamimiyah.
Bagi KH. Ahmad Dahlan, fokus paling penting dalam pemikirannya adalah pendidikan. Maka itu Muhammadiyah pertamanya dirintis dari sekolah yang ia dirikan, dan hingga kini banyak sekali sekolah Muhammadiyah yang terdapat di Indonesia.
Untuk mewujudkan ide pembaharuannya di bidang pendidikan, maka Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal. Apa yang dilakukannya merupakan sesuatu yang masih cukup langka dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada waktu itu. Di sini, ia menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan tradisonal secara integral.
Ada satu hal yang cocok untuk mencari sebab mengapa KH. Ahmad dahlan tergelitik untuk melakukan pembaharuan pemikiran, dalam hal ini dikaitkan dengan hal yg lebih spesifik, yakni masalah sosial. Menurut keterangan yg diperoloh dr biografinya, KH Ahmad Dahlan sangat gemar membaca, termasuk majalah-majalah berbahasa arab seperti majalah Al Manar dan Al Urwatul Wutsqa yg diperoleh dr hasil selundupan dari pelabuhan Tuban, Jawa Timur.[10]
Dia tidak memiliki peribadi pemberontak dan cenderung lurus-lurus saja semasa mudanya tapi dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan terampil. Dan mempertimbangkan usianya yang baru 36 tahun, mungkin mempengaruhi pula pemikirannya yang masih mudah menerima unsur-unsur baru. Pemikirannya terpengaruh banyak oleh reformis Timur Tengah. Malahan ada keterangan bahwa KH Ahmad Dahlan sempat bertemu langsung pada Sayid Rasyid Ridha tatkala di Mekah dan sejak itu ia membaca karya2 Abduh, Ridha, Ibnu, dll.[11] Jika KH Ahmad Dahlan tidak mengambil seluruh substansinya, maka setidaknya ia telah mengambil spiritnya.
Mempertimbangkan keadaan di ambang awal abad 20 itu, hampir semua kelompok agama berada dalam keadaan yang stagnan. Belum majubya pendidikan dan tekanan dari pihak Belanda melatarbelakangi hal tersebut. KH Ahmad Dahlan mengalami kegelisahan, yang cenderung tidak muncul dikalnagan umat yang lain.
Disebut kegelisahan karena tindakannya yang mengarah pada hal-hal sosial yang peduli umat dan tampak pula dalam renungannya tentang kematian.
Setelah ditelusuri secara seksama, setidaknya terdapat tiga faktor minor KH Ahmad Dahlan terinspirasi. Ketiga faktor tersebut adalah; renungan tentang kematian sebagai pendorong beramal saleh, beragama harus menyapa kehidupan, dan tauhid sebagai semangat dalam menerjemahkan kehidupan.[12] KH Ahmad Dahlan merasakan dan menuliskan renungan mengenai keadaan setelah mati dan kegelisahan serta kekhawatiran yang ia rasakan.
Sedangkan untuk yang kedua, ia menuliskan pemikirannya tentang peran agama dalam kehidupan. Menurutnya agama seharusnya bukan hanya sekadar menjadi ritual tapi benar-benar dipahami sebagai pegangan hidup.
“Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama semakin suram. Namun yang suram itu bukan agmanya melankan manusianya” KH Ahmad Dahlan[13]
Kutipan perkataan KH Ahmad Dahlan itu menunjukkan agama dianggap suram karena tidak dipahami dengan baik. Ia memulai pemaknaan lebih kepada agama Islam dalam keseharian, diantaranya dengan membaca tafsir. Ia tidak menyukai keadaan umat yang sering melakukan pengajian yang hanya mengaji dalam bahasa arabnya, tanpa mengerti artinya. Menurutnya, umat haruslah mengerti arti dari Al Qur’an.
Dan yang terakhir, arti tauhid menurut KH Ahmad Dahlan adalah persaudaraan berdasar ketunggalan akidah dan syariah dan persaudaraan kemanusiaan.[14] Yang pertama berarti memegang teguh akidah ketuhanan yang maha esa, tapi menjaga ukhuwah islamiyah. Disini berarti menghormati yang lain. Terdapat tataran yang berbeda dalam syariah bukanlah suatu yang besar dan bermasalah dalam kelompok-kelompok dalam umat. Selama akidah ketuhanan tidak bisa lain, hanya menyembah Allah swt. Sedangkan untuk arti dari persaudaraan kemanusiaan, lebih kepada nilai sosial, yang berarti menunjukkan keinginan untuk menghadirkan kesejateraan bersama bagi umat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.
B. Saran dan Kritik
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Latar belakang berdirinya Muhammadiyah “, kami dari kelompok 3 menyadari bahwa masih banyak kesalahan sehingga belum sempurnanya makalah kami. Maka kami harap kritik dan saran yang membangun dari Dosen pembimbing dan saudara-saudari khususnya kelas C semester I Prodi Administrasi Bisnis.
.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-sejarah.html (diakses tanggal 3 Nopember 2014)
http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-indonesia/ (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://violetaindriani.blogspot.com/2013/11/makalah-kemuhammadiyahan-latar-belakang.html (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://sevtolanang.blogspot.com/2013/01/sejarah-berdirinya-muhammadiyah.html (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muhammadiyah adalah gerakan islam yang di dirikan K.h Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan 18 November 1912 M.secara bahasa kata “muhammadiyah” berarti “ mengikut nabi Muhammad “ penggunaan kata “ muhammadiyah “ di maksudkan untuk menisbahkan ( menghubungkan )dengan ajaran dan jejak perjuangan nabi muhammad. gerakan ini lahir di kauman yokyakarta,sebuah kampong di samping kraton Yogyakarta . sesuai namanya kaum adalah kampong yang banyak berisi kaum atau para ahli agama dengan demikian muhammadiyah lahir di tengah masyarakat yang taat menjalan kan islam.
Namun demikian islam yang berjalan di masyarakat muslim pada umumnya, termasuk kauman di dalamnya , adalah islam yamg dalam pandangan K.h Ahmad Dahlan adalah islam yang telah beralkuturasi dengan budaya jawa,lebih dari itu yaitu islam yang telah terkunkung oleh hegemoni budaya jawa kehadiran muhammadiyah adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap praktek islam yang di anggap keliru itu.tengah masyarakat seperti itulah muhammadiyah berdiri ia hadir untuk sebuah tujuan terwujudnya islam yang sebenar- benarnya. Muhammadiyah ingin menjadikan nilai- nilai ajaran yang menyeluruh dan ideal itu mewujud dalam kehidupan nyata dalam pentuk yang di ridhoi allah.
Pada masa kepemimpinan K. H Ahmad dahlan ( 1912 – 1923 ) mengaruh muhammadiyah terbatas di karesidenan seperti Yogyakarta, Surakarta , dan Pekalongan.
B. RUMUSAN MASALAH
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
Profil KH. Ahmad Dahlan
Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui dan memahami Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial……..?
2. Untuk mengetahui dan memahami Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )……..?
3. Untuk mengetahui Profil KH. Ahmad Dahlan
4. Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor Obyektif ( Kondisi Sosial dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial )
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
1) Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
a. Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak.
b. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia.
c. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan islam seseorang.
2) Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini,tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.
Faktor Subyektif ( Keprihatinan Dan Keterpanggilan KH. Ahmad Dahlan Terhadap Umat Dan Bangsa )
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : "Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
Profil KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialahMaulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampungKauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Pemikiran – Pemikiran K.H Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Ummatnya
Konsep Pemikiran Ahmad Dahlan
1. Pemikiran Ahmad Dahlan
Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. [6] Kondisi ini sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungannya pertama ke Mekkah. Kemudian ide itu lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua.
KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekah dua kali, pertama selama 8 bulan (setelah menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil), dan yang kedua pada tahun 1903 dengan anaknya, Muhammad Siraj Dahlan. Yang kedua ini ia bermukim selama satu tahun. Sepulangnya ia dirikan asrama untuk mengajar, murid-muridnya berdatangan dari Yogya maupun luar Yogya (antara lain Pekalongan, Batang, Magelang, Semarang, Solo).
Ada perbedaan menarik mengenai cara mengajarnya, ketika belum berangkat ke Mekah yang kedua, KH Ahmad Dahlan masih mengajarkan kitab-kitab kalangan “ahlussunah wal jamaah” berupa kitab aqaid, fikih dalam mahzab Syafi’i dan tasawuf dari Imam al-Ghazali. Namun, setelah berangkat yang kedua kali ke Mekah, kitab-kitab yang dibaca adalah kitab-kitab berisi pembaharuan keagamaan. Diantara kitab-kitab yang sering dibaca antara lain; Risalat at-Tauhid (Muhammad Abduh), Tafsir Juz Amma (sama), Dariat al Marif (Farid Wajdi), Al Tasawul wa al Wasilah (Ibnu Taimiyyah), dll.[7]
Dapat dikatakan disinilah mulai munculnya pergeseran pemikiran. Pergeseran ini memiliki beberapa faktor-faktor penyebab tentunya, selain buku-buku yang dia bawa tersebut.
Secara umum, ide-ide pembaharuan Ahmad Dahlan menurut Ramayulis dan Samsul Nizar dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khurafat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
Ide-ide pembaharuan tersebut hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan. Menurut Ahmad Dahlan pendidikan juga merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.[8]
Jadi berarti pola pemikiran Ahmad Dahlan hampir sama dengan pola pemikiran Mohammad Abduh. Menurut Abduh bahwa revolusi dalam bidang politik tidak akan ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara besar-besaran dan dilalui secara berangsur-angsur atau secara evolusi. Tegasnya bagi Muhammad Abduh dalam rangka memperjuangakn terwujudnya ’izzul Isalam wal muslimin di samping umat Islam harus berani merebut kekuasaan politik kenegaraan, maka terlebih dahulu yang perlu dibenahi adalah memperberbaharui sember-sumber para mujaddin dan ulama. Lewat sumber-sumber inilah akan lahir kader-kader pembaharu yang akan menyebar ke seluruh dunia. Mengenai pelaksanaan pendidikan ---menurut Dahlan-- hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu Al-Qur an dan Sunnah.[9]
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi memrumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal (makhluk).
Seperti yang diketahui, semangat besar gerakan pemurnian Islam yang dibawa oleh tokoh-tokoh seperti Wahabbi dan Abduh adalah kembali kepada kitab dan sunnah. Ahmad Dahlan terpengaruh banyak oleh pemikiran mereka dan teman-temannya seperti Rasyid Ridha atau Ibnu Tamimiyah.
Bagi KH. Ahmad Dahlan, fokus paling penting dalam pemikirannya adalah pendidikan. Maka itu Muhammadiyah pertamanya dirintis dari sekolah yang ia dirikan, dan hingga kini banyak sekali sekolah Muhammadiyah yang terdapat di Indonesia.
Untuk mewujudkan ide pembaharuannya di bidang pendidikan, maka Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal. Apa yang dilakukannya merupakan sesuatu yang masih cukup langka dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada waktu itu. Di sini, ia menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan tradisonal secara integral.
Ada satu hal yang cocok untuk mencari sebab mengapa KH. Ahmad dahlan tergelitik untuk melakukan pembaharuan pemikiran, dalam hal ini dikaitkan dengan hal yg lebih spesifik, yakni masalah sosial. Menurut keterangan yg diperoloh dr biografinya, KH Ahmad Dahlan sangat gemar membaca, termasuk majalah-majalah berbahasa arab seperti majalah Al Manar dan Al Urwatul Wutsqa yg diperoleh dr hasil selundupan dari pelabuhan Tuban, Jawa Timur.[10]
Dia tidak memiliki peribadi pemberontak dan cenderung lurus-lurus saja semasa mudanya tapi dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan terampil. Dan mempertimbangkan usianya yang baru 36 tahun, mungkin mempengaruhi pula pemikirannya yang masih mudah menerima unsur-unsur baru. Pemikirannya terpengaruh banyak oleh reformis Timur Tengah. Malahan ada keterangan bahwa KH Ahmad Dahlan sempat bertemu langsung pada Sayid Rasyid Ridha tatkala di Mekah dan sejak itu ia membaca karya2 Abduh, Ridha, Ibnu, dll.[11] Jika KH Ahmad Dahlan tidak mengambil seluruh substansinya, maka setidaknya ia telah mengambil spiritnya.
Mempertimbangkan keadaan di ambang awal abad 20 itu, hampir semua kelompok agama berada dalam keadaan yang stagnan. Belum majubya pendidikan dan tekanan dari pihak Belanda melatarbelakangi hal tersebut. KH Ahmad Dahlan mengalami kegelisahan, yang cenderung tidak muncul dikalnagan umat yang lain.
Disebut kegelisahan karena tindakannya yang mengarah pada hal-hal sosial yang peduli umat dan tampak pula dalam renungannya tentang kematian.
Setelah ditelusuri secara seksama, setidaknya terdapat tiga faktor minor KH Ahmad Dahlan terinspirasi. Ketiga faktor tersebut adalah; renungan tentang kematian sebagai pendorong beramal saleh, beragama harus menyapa kehidupan, dan tauhid sebagai semangat dalam menerjemahkan kehidupan.[12] KH Ahmad Dahlan merasakan dan menuliskan renungan mengenai keadaan setelah mati dan kegelisahan serta kekhawatiran yang ia rasakan.
Sedangkan untuk yang kedua, ia menuliskan pemikirannya tentang peran agama dalam kehidupan. Menurutnya agama seharusnya bukan hanya sekadar menjadi ritual tapi benar-benar dipahami sebagai pegangan hidup.
“Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama semakin suram. Namun yang suram itu bukan agmanya melankan manusianya” KH Ahmad Dahlan[13]
Kutipan perkataan KH Ahmad Dahlan itu menunjukkan agama dianggap suram karena tidak dipahami dengan baik. Ia memulai pemaknaan lebih kepada agama Islam dalam keseharian, diantaranya dengan membaca tafsir. Ia tidak menyukai keadaan umat yang sering melakukan pengajian yang hanya mengaji dalam bahasa arabnya, tanpa mengerti artinya. Menurutnya, umat haruslah mengerti arti dari Al Qur’an.
Dan yang terakhir, arti tauhid menurut KH Ahmad Dahlan adalah persaudaraan berdasar ketunggalan akidah dan syariah dan persaudaraan kemanusiaan.[14] Yang pertama berarti memegang teguh akidah ketuhanan yang maha esa, tapi menjaga ukhuwah islamiyah. Disini berarti menghormati yang lain. Terdapat tataran yang berbeda dalam syariah bukanlah suatu yang besar dan bermasalah dalam kelompok-kelompok dalam umat. Selama akidah ketuhanan tidak bisa lain, hanya menyembah Allah swt. Sedangkan untuk arti dari persaudaraan kemanusiaan, lebih kepada nilai sosial, yang berarti menunjukkan keinginan untuk menghadirkan kesejateraan bersama bagi umat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.
B. Saran dan Kritik
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Latar belakang berdirinya Muhammadiyah “, kami dari kelompok 3 menyadari bahwa masih banyak kesalahan sehingga belum sempurnanya makalah kami. Maka kami harap kritik dan saran yang membangun dari Dosen pembimbing dan saudara-saudari khususnya kelas C semester I Prodi Administrasi Bisnis.
.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-sejarah.html (diakses tanggal 3 Nopember 2014)
http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-indonesia/ (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://violetaindriani.blogspot.com/2013/11/makalah-kemuhammadiyahan-latar-belakang.html (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://sevtolanang.blogspot.com/2013/01/sejarah-berdirinya-muhammadiyah.html (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
Komentar
Posting Komentar