makalah filsafah ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ekonomi Islam merupakan ideologi yang
berbeda dengan ideology ekonomi konvensional, karena masing-masing didasarkan
atas pandangan dunia (weltanschauung /Worldview) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu
sebagai sesuatu yang sekuler, dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta
tanggung jawab manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangunan pemikirannya.
Oleh karena itu, ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai (positivistic).
Sementara itu, ekonomi Islam justru dibangun atas prinsip-prinsip Islam, di
samping mewujudkan kesejahteraan di dunia, ekonomi Islam juga akan bermuara
kepada Falah (kebhagiaan dan kejayaan) di akhirat. Dalam tataran
paradigma mendasar seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah
perbedaan pendapat yang berarti. Namun dalam menjelaskan apa dan bagaimanakah
konsep ekonomi Islam, mulai muncul perbedaan pendapat dan memunculkan
mazhab-mazhab dalamEkonomi Islam itu sendiri. Sampai saat ini, menurut
Adiwarman Karim,pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat
diklasifikasikansetidaknya menjadi tiga mazhab, yaitu Mazhab Iqtishâduna (
Bâqir al-Shadr),
Mazhab
Mainstream dan Mazhab Alternatif-Kritis[1]
Mazhab Bâqir Shadr
Mazhab
ini dipelopori oleh Muhammad Bâqir al-Shadr dengan bukunya yang fenomenal : Iqtishâdunâ.
Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa
sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya
tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang
kontradiktif.[2]
Yang satu anti
Islam,
sedangkan yang lainnya adalah Islam.[3]
Menurut mereka, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang
keduanya dalam memandang masalah ekonomi.Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi
muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber
daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya
terbatas. Mazhab Bâqir al-Shadr menolak pernyataan ini, karena menurut mereka,
Islam tidak mengenal adanya sumber daya terbatas. Dalil yang dipakai antara
lain adalah Surat al-Qamar ayat 49:“Sesungguhnya kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran”.[4]
Karena
segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, makasesungguhnya Allah swt
telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia.[5]Pendapat
bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak.Contoh : manusia akan
berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan.Oleh karena itu, mazhab ini
berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak
terbatas
itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. Mazhab
Bâqir al-Shadr berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya
distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat system ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat
memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya, sementara
yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat
miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang
terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.[6] Pemikiran
tentang keserakahan tidak terbatas dan eksploitasi pihak yang kuat terhadap
pihak yang lemah di atas mengharuskan adanya campur tangan pemerintah dalam
mengatur perekonomian masyarakat agar tidak terjadi ketimpangan. Tentunya hal
ini bertolak belakang dengan apa yang diyakini oleh kaum liberalis dalam sistem
perekonomian mereka yang sudah lama yakin dengan sistem Laizes Faire. Tokoh-tokoh
mazhab ini, selain Muhammad Bâqir al-Shadr, adalah Abbas Mirakhor,[7]
Bâqir al-Hasani, Kadim al-Shadr, Iraj Toutounchian, Hedayati dan lain-lain.
Mazhab Mainstream
Mazhab
Mainstream berbeda pendapat dengan mazhab di atas, mazhab ini justru setuju
dengan pendapat yang mengatakan bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya
yang terbatas yang dihadapkan kepada keinginan manusia yang tidak terbatas.[8]
Dalil yang dikemukakan antara lain adalah Surat al-Baqarah ayat 155, Surat
al-Takatsur ayat 1-5 dan sabda Nabi
Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
yang
berarti :
“Jika
seandainya manusia memiliki dua lembah yang dipenuhi dengan harta,maka niscaya
mereka akan mencari lembah yang ketiga, mulut manusia tidak akan penuh (tidak
akan puas) kecuali oleh tanah, dan
bertobatlah kepada Allah bagi orang yang mau bertobat.[9]
Dengan demikian, pandangan mazhab ini
tentang masalah ekonomihampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi
konvensional.[10]Kelangkaan
sumber dayalah (Scarcity) yang menjadi penyebab munculnya masalah
ekonomi. Namun demikian, mazhab ini berbeda dengan ekonomi konvensional dalam
menyelesaikan Dilema Scarcity versus Unlimited Wants
ini.
Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas untuk menyelesaikan
dilema ditentukan berdasarkan keinginan pribadi masingmasing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikannya
dan mempertuhankan hawa nafsunya.
Tetapi
di dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya
saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya –termasuk ekonomiselalu dipandu
oleh Allah swt lewat al-Qur’an dan Sunnah.[11] Tokoh-tokoh
mazhab ini di antaranya adalah Muhammad Umar Chapra, [12]Muhammad
Abdul Mannan,[13]
Muhammad Nejatullah Siddiqi,[14]
dan(SAMA). Pada tahun 1989 dia menerima dua penghargaan
bergengsi, yaitu Islamic Development lain-lain. Mayoritas tokoh ini bekerja di
Islamic Development Bank (IDB) yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai
Negara sehingga penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
Mereka adalah para doktor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang
mengajar) di universitas-universitas barat. Oleh karena itu, mazhab ini tidak
pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah Umar
Chapra misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi Islam bukan
berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang
telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun
terakhir.[15]Mengambil
hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya
non-Islam sama sekali tidak diharamkan.
Hikmah atau ilmu itu bagi umat Islam
adalah ibarat barang yang hilang. Di mana sajaditemukan, maka umat muslimlah
yang paling berhak mengambilnya[16]Catatan
sejarah umat muslim memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan muslim banyak
meminjam ilmu dari peradaban lain seperti Yunani, India, Persia, Cina dan lain
sebagainya. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga
terjadi transformasi ilmu pengetahuan dengan diterangi oleh cahaya dan petunjuk
Islam.
Mazhab Alternatif-Kritis
Pelopor
mazhab ini adalah Timur Kuran,[17]
Jomo Kwame Sundaram,[18] Muhammad
Arif dan lain-lain. Mazhab ini mengkritik dua mazhab sebelumnya, mazhab Bâqir
Shadr dikritik karena dianggap sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan
sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain.
Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara
itu, mazhab Mainstream dikritik karena dianggap sebagai jiplakan dari ekonomi
neo-klasik dengan menghilangkan variable riba dan memasukkan variable zakat
serta niat. Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa
analis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti
benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ia adalah tafsiran manusia
terhadap al-Qur’an dan Hadis, sehingga nilai kebenarannya tidak bersifat
mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji
kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.[19]
Dari tiga mazhab ekonomi Islam di atas,
maka mazhab Bâqir al-Shadr menurut hemat penulis bisa dianggap membawa gagasan
baru dalam pemikiran ekonomi yang menarik untuk diteliti lebih lanjut,
pemikiran pemikiran ekonomi yang dikemukakan oleh Muhammad Bâqir al-Shadr berusaha
mendobrak pemikiran ekonomi konvensional yang sudah laman mapan. setidaknya ada
tiga hal yang perlu dicermati dari gagasan dan pendapat yang dikemukakan oleh
Muhammad Bâqir Shadr dan pengikutnya,yaitu :
1.
Konsep Iqtishâd
2.
Munculnya persoalan ekonomi
3.
Peran pemerintah dalam bidang ekonomi
Pemikiran
Bâqir al-Shadr beranjak dari pemikiran bahwa ekonomi bukanlah sebuah ilmu,
melainkan sebuah mazhab atau doktrin berupa tuntunan yang diberikan Islam. Oleh
karena itukehadiran Islam, khususnya ajarannya tentang ekonomi, bukan hendak
menemukan penomena tentang ekonomi di tengah masyarakat, akan tetapi ingin
menerapkan ajaran Islam di bidang ekonomi. Salah satu doktrin Islam tentang
ekonomi, sebagaimana dikemukakan oleh Bâqir al-Shadr, adalah sumber daya yang
disediakan oleh Allah dengan penuh keseimbangan (QS. Al-Qamar : 49 ). Persoalan
ekonomi bukan disebabkan oleh keterbatasan sumber daya, akan tetapi karena ketidakadilan
distribusi kekayaan, oleh karena itu diperlukan campur tangan pemerintah dalam
perjalanan roda perekonomian masyarakat. Pemikiran Bâqir al-Shadar dalam tiga permasalahan
di atas menjadi sangat menarik untuk digali lebih dalam, bukan hanya karena
Bâqir al-Shadar membawa “pemikiran baru” yang berbeda dengan
pemikiran-pemikiran ekonomi yang sudah mapan, akan tetapi juga mengingat latar
belakang keilmuan Bâqir al-Shadar yang dibesarkan dalam iklim keilmuan Islam
yang sangat kental, khususnya lingkungan tradisional syi’ah, serta
penguasaannya terhadap ilmu-ilmu umum yang berkembang di dunia barat, terutama
ilmu ekonomi. Penguasaannya terhadap teori-teori ekonomi yang dikemukakan
oleh
Karl Marx dan para ekonom yang mengemukakan teori-teori liberal seakan menghapus kecurigaan bahwa pemikiran yang dia
lahirkan tidak didasarkan atas fanatisme semata.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana biografi dari Muhammad Bâqir
al-Shadr?
2. Bagaimana teori ekonomi syariah menurut
Muhammad Bâqir al-Shadr?
C.
TUJUAN PENULISAN
Agar pembaca dapat mengerti teori
ekonomi menurut Muhammad Bâqir al-Shadr
BAB II
ISI
A.
BIOGRAFI MUHAMMAD BAQIR AL-SHADR
MuhammadBaqir al-Sadr dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad. Pada 25 Dzul Qa’dah 1353/
1 Maret 1935. Berasal dari keluarga shi’ite dan menjadi salah seorang pemikir terkemuka
yang melambangkan kebangkitan intelektual di Najaf antara 1950 dan 1980 yang
berpengaruh dalam aspek politik di kawasan Najaf dan Timur Tengah pada umumnya.Peristiwa pengeksekusian Sadr bersama saudara perempuannya yang
bernama Bint al-Huda, sekitar tanggal 8 April 1980, merupakan titik puncak
tantangan terhadap Islam di Irak. Dengan meninggalnya Sadr, Irak kehilangan
aktivitas Islam yang paling penting.Buku Falsafatuna dan iqtishaduna telah
mencuatkan Muhammad Baqir al-Sadr sebagai teoritis kebangkitan Islam terkemuka.
Sistem filsafat dan ekonomi alternatif ini disempurnakan melalui masyarakat dan
lembaga.[20]
B. PEMIKIRAN EKONOMI
Berkaitan dengan ekonomi, Baqir
as-Sadr telah membuat konsep ekonomi melalui bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita) yang kemudian menjadi
mazhab tersendiri. Menurut mahzab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan
dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan
pernah disatukan. Sebab, kedudukannya berasal dari filosofi yang saling
kontradiktif. Yang satunya anti Islam, satu lainnya Islam.
Menurutnya, perbedaan filosofi akan
berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi.
Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia
yang tidak terbatas. Sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan
keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan
ini, sebab Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang
dipakai adalah Al-Qur’an: “Sesungguhnya
telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.”(Q.S.
Al-Qomar ayat 49)
Mazhab Baqir berpendapat bahwa
masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil
sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat
terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya
sehingga menjadi sangat kaya. Sementara, yang lemah tidak memiliki akses
terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah ekonomi
muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan
manusia yang tidak terbatas.
Menurut mereka iqtishadi bukan
sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishad berasal dari kata bahasa arab qasd
yang secara harfiah berarti “ekuilibrium” atau “keadaan sama”, seimbang atau
pertengahan. Mahzab ini berusaha untuk menusun teori-teori baru dalam ekonomi
yang langsung digali dan dieduksi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menurut Baqir as-Sadr, ekonomi Islam
adalah mazhab, bukan ilmu. Beliau beranggapan demikian karena melihat adanya
perbedaan antara mazhab dan ilmu. Dimana ilmu ekonomi dan mazhab ekonomi
berbeda dalam tujuan. Tugas ilmu ekonomi adalah untuk menemukan fenomena
eksternal kehidupan ekonomi. Sedangkan tugas mazhab ekonomi menyusun suatu sistem
berdasarkan keadilan sosial yang sanggup mengatur kehidupan ekonomi umat
manusia. Ilmu mencakup realitas lahirlah dan mazhab membawa keadilan sosial ke
dalamnya.[21]
Beberapa Pandangan Ekonomi Menurut Muhammad Baqir al-Sadr
1.
Hubungan Milik
Sadr memandang sistem ekonomi Islam
memiliki format kepemilikan bersama yang berbeda. Menurutnya, format
kepemilikan tersebut ada dua yakni kepemilikan pribadi dan kepemilikan
perusahaan secara bersama; (i) Kepemilikan publik, (ii) milik Negara.Kepemilikan
pribadi terbatas pada hak memetik hasil, prioritas dan hak berguna untuk
menghentingkan orang lain dari penggunaan milik seseorang. Dalam prakteknya
tidak ada kepemilikan pada individu. Hal ini, sama dengan pendapat Taleghani
yang membedakan antara kepemilikan (hanya Allah semata) dan pemilikan (yang
dapat diwarisi kepada individu).Perbedaan antara kepemilikan publik dan negara
adalah sebagian besar dalam penggunaan properti tersebut. Tanah negara harus
digunakan untuk kepentingan orang banyak (seperti rumah sakit atau sekolah).
Sedangkan milik negara tidak hanya kepentingan semua, akan tetapi untuk
kepentingan masyarkat tertentu, jika negara telah memutuskan. Walaupun sulit
membuat pengertian operasional dari perbedaan tersebut, perbedaan ini mencegah
total monopoli yang diputuskan oleh suatu negara. Selain itu, dalam pembagian
mengenai sumber alam menjadi norma milik negara, kepemilikan pribadi dapat
dicapai oleh pekerjaan atau tenaga kerja. Hal ini, sesuai jika pekerjaan
berhenti maka kepemilikan akan hilang.Sadr hampir menyandarkan seluruh
kepercayannya pada kepemilikan negara, karenanya ia menempatkan otomatis lebih
besar kepada kekuasaan negara[22]
2.
Pengambilan Keputusan, Alokasi
Sumber dan Kesejahteraan Publik: Peranan Negara
Fakta bahwa kepemilikan oleh negara mendominasi sistem
ekonomi Islamnya Sadr menunjukkan betapa pentingnya peranan negara. Negara,
yang diwakili oleh wali-e amr memiliki tanggung jawab yang lebih
besar untuk menegakkan keadilan. Hal itu dapat dicapai melalui berbagai fungsi:
a)
Distribusi sumber daya alam kepada para individu didasarkan
pada kemauan dan kapasitas kerja mereka.
b)
Implementasi aturan agama dan hukum terhadap penggunaan
sumber.
c)
Menjamin keseimbangan sosial.
Fungsi negara yang ketiga itu amat penting karena
adanya konflik yang muncul karena adanya perbedaan kapasitas yang berbeda
kapasitas yang bersifat alamiah antar individu (intelektual maupun fisik). Oleh
karena adanya perbedaan tersebut, maka pendapatan akan berbeda pula dan hal ini
dapat mengarah pada mengarah pada terbentuknya ‘kelas ekonomi’. Negara lebih
diharapkan untuk dapat memberikan jaminan terciptanya standard of living yang
seimbang bagi semua orang daripada distribusi pendapatan yang merata. Dalam
hubungan ini, negara diamanahi untuk mewujudkan jaminan sosial bagi semua
orang. Menurut Sadr, hal ini dapat dicapai dengan mempromosikan persaudaraan
(melalui pendidikan) diantara anggota masyarakat dan dengan kebijakan
pengeluaran publik, misalnya melalui investasi di sektor publik tertentu yang
diarahkan pada pemberian bantuan kepada kaum miskin, serta melalui regulasi
kegiatan ekonomi untuk menjamin tegaknya kejujuran pada praktik-praktik yang
bebas dari eksploitasi.Last but certainly not lest, negara, atau lebih
tepatnya wali-e amr,
mendapat amanah pula untuk menciptakan dinamisme dalam panafsiran teks sesuai
dengan situasi kontemporer. Oleh karena hal itu adalah tugas para mujtahidun, berarti bahwa Sadr
memandangmujatahidun sebagai
negara, yakni negara yang dijalankan oleh para ahli fiqih atau negara yang
memiliki semacam dewan penasihat yang terdiri dari para tokoh masyrakat[23]
3.
Larangan Terhadap Riba dan
Pelaksanaan Zakat
Sadr tidak banyak mendiskusikan riba. Penafsirannya mengenai
riba terbatas pada uang modal. Sedangkan mengenai pelaksanaan zakat, Sadr
memandang hal ini merupakan tugas sebuah negara. Selain itu, dia juga
mendiskusikan khums, pajak,
fay’dan amfal, yang dapat
dikumpulkan dan dibelanjakan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan
keseimbangan sosial.Salah satu poin menarik yang Sard ciptakan adalah fokus
ekslusif kepada kaum miskin. Target Sadr adalah terciptanya keseimbangan sosial
dengan tidak mengarah pada keseimbangan standar hidup antara si miskin dan si
kaya. Para sarjana muslim setuju bahwasanya harus ada standar kehidupan
tertentu yang dapat mempertimbangkan standar minimum. Pengaturan mengenai
standar ini tidak berarti berhenti untuk mengurangi jarak atau jurang standar
kehidupan, sebab seorang mempunyai kesamaan standar hidup.
Dalam mengatur aktifitas ekonomi, banyak contoh diberi oleh
Sadr.
1. Lahan kosong dpat didistribusikan dan
dimanfaatkan
2. Larangan Islam yaitu: menempati lahan
kosong dengan kekerasan.
3. Prinsip tidak ada pekerjaan, tidak ada
keuntungan
4. Larangan riba
5. Larangan tiak produktif, seperti perjudian
6. Larangan yang aktivitasnya mengalihkan
perhatian dari Tuhan
7. Penuturan dan mengecek manipulasi dlam
pasar
8. Larangan pemborosan.
Dalam pemikiran ekonominya, Sadr memisahkan produksi dan
distribusi sebagai pusat di dalam ekonomi. Menurut Sadr, produksi adalah suatu
proses dinamis, mengubah dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan distribusi sebagai bagian dari sistema sosial, yaitu total hubungan
antar sistem sosial yang memancar dari kebutuhan orang dan bukan dari gaya
produksi. Oleh karena itu, ia percaya untuk mempertahankan suatu sistem sosial
tunggal (mencakup distribusi) bermacam-macam alat atau format produksi. Tetapi,
ia menolak pandangan marxis bahwa masyarakat terdiri dari potensi yang
berlawanan dalam bentuk kelas.[24]
4.
Distribusi
Hampir sepertiga dari bukunya iqthishaduna dipakai untuk
membahas distribusi dan hak kepemilikan. Sadr membagi pembahasannya menjadi dua
bagian, yakni distirbusi sebelum produksi (pre-production
distribution) dan sesudah
produksi(post- production distribution).[25]
Pre-production
a.
Tanah (dan sumber daya lain) diperuntukkan bagi semua orang
melalui negara.
b.
Hak pakai dan prioritas penggunaan dapat diperoleh melalui
kerja dan kebutuhan.
c.
Tenaga kerja ekonomi adalah sumber kepemilikan oleh swasta.
d.
Tenaga kerja ekonomi adalah sumber kepemilikan hasil kerja.
e.
Penyewaan dan sharecopping yang terbatas (bagi pemilik tanah
disebabkan oleh dibatasinya luas tanah yang boleh dimiliki).
Pro-production
a.
Manusia (tenaga kerja) adalah faktor
produksi yang paling penting.
-Memiliki hasil kerja
-Dalam keadaan khusus dapat menggaji
orang dan membayar upahnya
-Membayar imbalan bagi pemilik
faktor produksi lainnya
b.
Faktor produksi
-Tenaga kerja -- upah atau profit
share
-Tanah – Upah atau bagi hasil tanam
-Modal – Bagian laba
-Entrepreneur – Bagian laba
c.
Risiko dan inflasi bukan alasan
untuk mendapatkan bunga dari modal yang dipinjamkan[26]
5.
Produksi
Sadr membedakan dua aspek produksi sebagaimana ia membedakan
dua aspek ilmu ekonomi. Pertama adalah aspek
objektif atau aspek ilmiah yang
berhubungan dengan sisi teknis dan ‘ekonomis’ seperti alat-alat analisis yang
digunakan (capital/ labor
ratio), hukum-hukum produksi, fungsi biaya, dsb. Namun ia lebih suka
melihat pertanyaan dasar mengenai apa yang hendak diproduksi (what), bagaimana
memproduksinya (how) dan untuk siapakah sesuatu produk itu diproduksi (for
whom) dengan merujuk pada aspek kedua produksi, yakni aspek subjektif atau doktrin.
Apa yang hendak diproduksi (what), bagaimana memproduksinya (how) dan untuk siapakah
sesuatu produk itu diproduksi (for whom) dibimbing oleh ajaran Islam mengenai
barang-barang yang halal dan berbagai kategri barang seperti barang perlu
(necessities).[27]
a.
Aspek Objektif/ Ilmiah
Perundangan, alat analisis, dan bimbingan teknis
b.
Aspek Subjektif/ Doktrin
-Pedoman umum nilai-nilai Islam –
Memengaruhi perilaku dan motivasi
-Perencanaan dan regulasi negara –
Produksi barang-barang kebutuhan dasar, dengan penyeliaan yang lebih banyak,
bukan keterlibatan langsung di dalam produksi[28]
6. Pandangan
terhadap kapitalisme democrat
Menurut Baqir, system kapitalisme democrat bertanggung jawab
atas semua bentuk kedzaliman dalam kehidupan ekonomi masyarakat sekarang.
System ini melahirkan pemerintahan yang dzalim dan sekaligus mencampakkan
gereja. Dalam system kapitalis democrat, individu adalah suatu fondasi nyata.
System ini membela sepenuhnya individu dan mempercayai bahwa kepentingan semua
orang akan menjamin apabila kepentingan pribadi para individu dalam berbagai
bidang di perhatikan.Menurut system ini, satu-satunya tujuan pemerintah
hanyalah melindungi kepentingan-kepentingan dan keuntungan pribadi individu.
System ini secara garis besar menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan yang
dapat dibagi kepada empat system kebebasan, yaitu kebebasan politik, ekonomi,
berfikir dan pribadi.Jelas, bahwa kapitalisme adalah suatu system ultra
materialism yang hanya mementingkan materi belaka dan mengasingkan manusia dari
rohani agama. Akibat buruk dari system yang absurd inimengakibatkan malapetaka
yang besar bagi manusia yang tak terhitung jumlahnya. Diantaranya adalah
berkuasanya kaum mayoritas atas kaum minoritas yang kepentingan-kepentingannya
dikuasai oleh kaum mayoritas
8. Kritik terhadap
kapitalisme sosialis
Ada beberapa macam “merek” sosialisme, dan yang paling
terkenal adalah marxisme yang didasarkan pada dialektika materialism. Menurut
materialisme, teori dialektika sama-sama berlaku bagi sejarah, masyarakat
maupun ekonomi. Oleh karena itu, penafsirannya tentang alam dan studi sejarah
mencerminkan pendekatan filosofis yang sama. Materialism memberikan suatu
bentuk khusus kepada pandangan manusia tentang dunia dan pendekatannya terhadap
kehidupan.Sementara itu, sosialisme mumcul sebagai perlawanan terhadap
kapitalisme yang terlalu mengedepankan individu. Tujuan akhir dari paham ini
adalah terciptanya komunalisme dalam kehidupan manusia. Artinya, diharapkan
akan hadir suatu masyarakat tanpa kelas, dan kepentingan-kepentingan individu
terserap dalam kepentingan kolektif. D sini kebijakan sosialisme yang mendasar
berbeda dengan kebijakan komunisme. System kebijakan ekonomi komunisme
didasarkan pada tiga prinsip yaitu: Pertama,
komunisme hendak menghapus semua kepentingan pribadi, termasuk perdagangan dan
perindustrian. Kedua,
semua hasil produksi dibagikan sesuai dengan kebutuhan para individu, menurut
kaidah dari masing-masing sesuai kesanggupannya. Ketiga, untuk menghindari
timbulnya permasalahan dan kesulitan-kesulitan yang khas bagi kemerdekaan yang
tak terbatas dari system kapitalis, pemerintah harus mempersiapkan rencana
ekonomi untuk produksi dan distribusi.Komunisme hendak merebut kemerdekaan
individu dan menggantikan kepemilikan pribadi dengan kepemilikan kolektif. Akan
tetapi, pada umumnya perubahan besar itu terbukti bertentangan dengan tabiat
manusia. Para pemimpin komunis pun mengakui kegagalan mereka dalam hal ini[29]
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi Islam dalam pandangan Sadr
bukanlah ilmu yang berisi yang penjelasan terperinci perihal kehidupan ekonomi,
peristiwa-peristiwanya, gejala-gejala (fenomena-fenomena) lahiriahnya, serta
hubungan antara peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena tersebut dengan
sebab-sebab dan faktor-faktor umum yang mempengaruhinya. Ekonomi Islam adalah
doktrin yang berisi aturan dasar dalam kehidupan ekonomi yang berhubungan
dengan ideologi seperti nilai-nilai keadilan. Konsep-konsep dasar ini bersifat Tsubut
dan dari sini dihasilkan aturan aturan (teori-teori) yang bersifat
fleksibel sesuai dengan tuntunan zaman. Di antara doktrin ekonomi tersebut
adalah Kepemilikan multi jenis, Kebebasan dalam aktifitas ekonomi dan nilai
keadilan. Karena ekonomi Islam adalah doktrin yang berisi prinsip dasar, maka
Islam menyisakan ruang kosong yang cukup luas untuk diisi oleh negara sebagai wali
al-amr.Persoalan Ekonomi bukan disebabkan oleh terbatasnya sumber daya
untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas sebagai mana yang diyakini
oleh kaum kapitalis, juga bukan disebabkan oleh kesenjangan mode produksi
dengan distribusi kekayaan yang disebabkan oleh pertentangan kelas sebagaimana
yang diyakini oleh kaum sosialis. Allah Maha Adil sehingga tidak akan mungkin
zalim terhadap hamba-Nya dengan membiarkan hamba-Nya hidup tanpa menyediakan
kebutuhan kehidupan mereka. Islam juga mengakui kepemilikan pribadi sebagai mana yang dibantah oleh kaum
sosialis. Persoalan Ekonomi muncul karena disebabkan oleh dua factor yang
mendasar. Pertama adalah karena prilaku manusia yang melakukan kezaliman (Zhalum)
dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT (Kaffar). Dzalim disini
dimaksudkan bahwa betapa banyak ditemukan dalam realitas empiris, manusia dalam
aktivitas distribusi kekayaan cenderung melakukan kecurangankecurangan untuk
memperoleh keuntungan pribadi semata. Sedangkan yang dimaksud ingkar adalah
manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan semena-mena mengeksploitasi
sumber-sumber alam.Mengingat kepemilikan negara merupakan salah satu bentuk
kepemilikanterbesar dalam pemikiran ekonomi Bâqir Sadr, serta adanya landasan keadilan dalam ekonomi
Islam serta adanya ruang kosong dalam ekonomi Islam yang harus diisi sesuai
perkembangan zaman, maka Negara mempunyai peran dan tanggung jawab dalam bidang
ekonomi. Tanggung jawab atau fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi tersebut
antara lain berkenaan dengan pertama, penyediaan akan terlaksananya
Jaminan Sosial dalam masyarakat, kedua berkenaan dengan tercapainya
keseimbangan social dan ketiga terkait adannya intervensi pemerintah
dalam bidang ekonomi.Pemikiran Bâqir Sadr tentang hakikat Ekonomi Islam
memberikan suatukesimpulan bahwa dalam aktifitas ekonomi kita tidak membedakan
ilmuekonomi positif yang bebas nilai dan ilmu ekonomi normatif yang tidak
pernah membumi (hayalan atau utopia belaka). Akan tetapi dengan pemikiran Bâqir
Sadr tentang hakikat Ekonomi Islam kita bisa mengetahui bahwa dalam aktifitas
ekonomi ada prinsip-prinsip pokok yang tidak boleh berubah dan ada teori-teori
tentang masalah-masalah praktis yang bersifat kebijakan dan dapat berubah
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pemikiran Bâqir Sadr tentang awal
munculnya persoalan ekonomi merupakan pemikiran yang orisinil dan justrutidak disepakati oleh sebagian besar ekonom
muslim lain (para ekonom dari mazhab mainstream seperti MA Manan, Siddiqie
dll), akan tetapi pemikiran ini diamini oleh beberapa teori yang berasal dari
pemikiran ekonom konvensional (non muslim), seperti teori Marginal Utility,
Law of Diminishing Return dan Hukum Ghosen. Di samping itu, saat ini
tidak ada lagi negara yang menerapkan sistem kapitalis dan sosialis dalam
bentuk aslinya, sudah ada campur tangan pemerintah di Negara kapitalis, begitu
juga kepemilikan pribadi mulai diakui di negara komunis, hal ini menunjukkan,
bahwa sebagian pemikiran ekonomi Bâqir Sadr, terutama tentang peran dan
tanggung jawab pemerintah di bidang ekonomi sudah mulai diterapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Depok: Gramata Publishing, 2010
Haneef , Mohamed Aslam. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komparatif Terpilih, penerjemah, Suherman Rosyidi. Jakarta: Rajawali
Press, 2010
[2] Islam adalah ideologi yang berasal
dari agama. Sementara pandangan dunia kapitalis sangat dipengaruhi oleh gerakan
Enlightenment (Pencerahan) yang merentang sejak abad ke-17sampai abad
ke-19. Enlightenment atau the Age of Reason adalah sebuah bentuk
ekstrim dari suatu penolakan terhadap
banyak keyakinan Kristen. Pandangan dunia Sosialis didasarkan pada Materialisme
Dialektika (Dialectical Materilism) yang mengatakan bahwa materi, alam
dan dunia nyata muncul “tanpa direncanakan” sebagai kenyataan, tidak berasal
usul dari sumber Supranatural maupun transendental apapun. Lihat Abdul Aziz dan
Mariyah Ulfa, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung
: Alfabeta, 2010), cet. Ke-1, h. 4. Muhammad Umar Chapra, Negara Sejahtera
Menurut Islam,dalam John J Donohue dan John L Esposito, Islam
inTransition : Muslim Perspectives, terj. Machnun Husein, Islam dan
Pembaharuan EnsiklopediMasalah-malasah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1995), cet. Ke-5, h. 420.
[3] Bâqir Al-Hasani memberikan
sepuluh argument untuk memperkuat pendapat ini. Lihat Bâqir al-Hasani, The
Concept of Iqtishâd , dalam Bâqir al-Hasani dan Abbas Mirakhor, Essays
on Iqtishâd : The Islamic Approach to Economic Problem, (Silver
Spring : Nur, 1989), h.21-23.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an,
1998), h. 883.
[5] Abul
Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur’ân al-`Azhîm, (tt,
Maktabah Awlad Syaikh Li al-Turats, t.th), Jilid 14, h. 303.
[7] Abbas
Mirakhor pernah menjadi ekonom Research Department IMF dan merupakan mantan
guru besar ekonomi di Florida Institute of Technology. Gelar PhD ia peroleh
dari Kansas State University, dan telah menghasilkan beberapa karya tulis,
antara lain Islamic Finance :Progress and Challenges, Theoretical Studies in
Islamic Banking and Finance, An Introduction to Islamic Finance, dll.
Beliau juga pernah menerima Islamic Development Bank's (IDB) 2003 prize di
bidang ekonomi Islam.
[8] MA Mannan, Islamic Economics
Theory and Practice, (terj.), Yogyakarta : DanaBhakti Prima Yasa, 1997, h.
20.
[9] Ibnu
Hajar al-`Asqalâni, Fath al-Bârî Juz 11, (Beirut : Daral-Ma`rifah), h.
253. al-Nawâwi, al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim Juz 7, (Kairo : al
Mathbaqah al-Mishriyah al-Azhar,1929), h. 138.
[10] Dalam ekonomi konvensional,
permasalahan ekonomi dipercaya muncul karena persoalan Scarcity (kelangkaan),
yaitu terbatasnya barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas. Lihat Abdurrahman al-Maliki, al-Siyâsah al-Iqtishâdiyyah
al-Mutsla,(terj.), (Jakarta : Al-Izzah, 2001), h. 11.
[12] Muhammad Umar Chapra lahir di
Bombay, India (11 Februari 1933), memperoleh gelar MBA dari Universitas Karachi
dan Ph.D. dari Universitas Minnesota, bekerja sebagai Research Advisor di
Islamic Research & Training Institute (IRTI), Islamic Development
Bank (IDB). Sebelumnya dia adalah Senior Economic Advisor di Saudi
Arabian Monetary Agency Bank Award di bidang Ekonomi Islam, dan King
Faisal International Award di bidang Islami Studies. Di antara
karyanya adalah Islam and Economic Development : a Strategy For Development
With Justice And Stability (1993) Islam and the Economic Challenge (1992),
Towards a Just Monetary Sistem : a Discussion of Money, Banking and Monetary
Policy in the Light of Islamic Teachings (1985), Monetary And Fiscal
Economics Of Islam: An Outline Some Major Subjects For Research (1978), Money
and Banking in an Islamic Economy, in Monetary and Fiscal Economics of Islam (1978),
The Islamic Welfare State and Its Role in the Economy, in Islamic
Perspective. Studies in Honour of Abu A’la Mawdudi (1979), The Future of
Economis: an Islamic Perspective. (2000) dan masih banyak buku lainya.
Lihat Euis Amalia, Sejarah PemikiranEkonomi Islam, (Jakarta : Gramata
Publishing, 2005), h. 297.
[13] The
Making Of Islamic Economic Society dan The Frontier Of Islamic
Economics(1984). Lihat Mohamed Aslam Haneef, Contemporar Muslim Economic
Thought : aComparativeAnalysis, terj. Suherman Rosyidi, Pemikiran
Ekonomi Islam Kontemporer Analisis Komparatif Terpilih, (Jakarta :
Rajawali Press, 2010), h. 15.
[14] Mohammad
Nejatullah Siddiqi lahir di Gorakhfur India (1931), pemenang King Faisal
International Price untuk bidang Islamic Studies dan penerima Shah
Waliyullah Award (2003).
Beliau
juga guru besar ekonomi dan studi Islam di Aligarh University dan guru besar
ekonomi di
King
Abdulaziz University Jeddah. Di antara hasil karyanya adalah : Recent
Theories of Profit: A Critical Examination (1971); Economic Enterprise
in Islam (1972); Muslim Economic Thinking (1981); Banking Without
Interest (1983); Insurance in an Islamic Economy (1985); Teaching
Economics in Islamic Perspective (1996); Role of State in Islamic
Economy (1996) and Dialogue in Islamic Economics (2002). Lihat
Mohamed Aslam Haneef, Contemporar Muslim Economic Thought..., h. 37.
[15] M
Umar Chapra, The Future of Economics, An Islamic Perspective, (Leicester
: The Islamic Foundation, 2000), h. 49.
[16] Berdasarkan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Ibnu Majah. Lihat
Abi Isa Muhammad bin Isa at-Turmudzi, al-Jâmi’ al-Shahîh Sunan al-Turmudzi
Juz V, (Kairo : Mustafa Albabi Al-Halabi, 1975), cet. Ke-2, h. 51
dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Mâjah Juz IV,(Beirut : Dar el-Marefah,
1996), cet. Ke-1, h. 454.
[17] Timur
Kuran adalah Profesor Ekonomidan Ilmu Politik di Program Islamic Studies Duke
University, pernah menjabat Ketua Jurusan di University of Southern California.
Gelar Ph.D di bidang ekonomi didapatnya dari Stanford University pada tahun
1982. Beliau adalah editor serial "Economics, Cognition, and Society",
penulis “Islam and Mammon” (2004) dan artikel "Why the Middle
East Is Economically Underdeveloped: Historical Mechanisms of Institutional
Stagnation." Dalam the Journal of Economic Perspectives (2004).
[20] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010),
h.288
[23] Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam
Kontemporer: Analisis Komparatif Terpilih, penerjemah, Suherman Rosyidi,
(Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 139-140
[24] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), h.
292-293
[25]Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komparatif Terpilih, penerjemah, Suherman Rosyidi, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010), h. 141
[29] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), h.
2293-295
Komentar
Posting Komentar