makalah tajdid dan tajrid
TUGAS
KEMUHAMMADIYAAN III
(Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam Yang Berwatak Tajrid Dan Tajdid)
Dosen
Pembimbing: Drs.H.Zainuddin Fatbang
DI
SUSUN OLEH KELOMPOK 7:
1.Fitra
Ningsih F
|
(170303020)
|
Nurmala Dewi
|
(170303021)
|
FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM
PRODI
EKONOMI SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
SINJAI
2017/2018
A. Pengertian Tajdid dan Tajrid
Tajdid
adalah kata yang diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar
"Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan" yang artinya memperbarui. Kata ini
kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari
Bid'ah, Takhayyul dan Khurafat. At-Tajdid menurut bahasa, maknanya berkisar
pada menghidupkan, membangkitkan dan mengembalikan. Makna-makna ini memberikan
gambaran tentang tiga unsur yaitu keberadaan sesuatu kemudian hancur atau
hilang kemudian dihidupkan dan dikembalikan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata
tajdid memiliki arti pembaruan, modernisasi, restorasi. Adapun secara istilah,
sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Syatibi, seperti dikutip oleh Syaikh Alawi,
tajdid berarti menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang telah banyak
ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan pengamalan agama Islam dari
hal-hal yang tidak berasal dari Islam. ( Alawy bin Abdul Qadir As Saqaf, 2001:
22 ).
Dengan
beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa tajdid adalah
mengembalikan ajaran agama Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena
sekarang ini ajaran Islam mengalami penyimpangan dan pencampuran dengan
pemahaman yang bukan berasal dari Islam.
Sedangkan
Tajrid, berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan,
Pelepasan atau pengambil alihan.
(Atabik Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti
pemurnian. Istilah ini, tidak se populer ketika menyebut istilah tajdid,
sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat husus. Dalam
ibadah kita tajrid, hanya ikut Nabi saw. dan tidak ada pembaruan. Sedang dalam muamalah kita
tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.
B. Model-model Tajdid dan Tajrid Yang
Dilakukan Muhammadiyah
1. Model-model tajdid
Secara
garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah setidaknya
terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap
skriptualisme (Al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks
suci dengan menemukan substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun dengan
penerapan praksisnya. Kedua, upaya untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam
yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman baru seiring dengan tuntutan zaman yang
kontemporer.
Dalam
kaitan dengan pembaharuan (tajdid), terdapat lima agenda penting yang menjadi
fokus Muhammadiyah dengan melakukan gerakannya, yaitu:
a)
Tajdid
al-Islam yang menyangkut tandhifal-aqidah yaitu purifikasi terhadap ajaran
Islam (Sujarwanto 1990: 232).Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk membersihkan
ajaran-ajaran Islam dari unsur takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC).
b)
Pembaharuan
yang menyangkut masalah teologi. Dalam bidang teologi, Muhammadiyah sudah
sewajarnya untuk mengkaji ulang konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan
tanggap terhadap persoalan zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk
membicarakan persoalan-persoalan kemanusiaan, di samping persoalan-persoalan
ke-Tuhanan.
c)
Karena
Islam menyangkut persoalan dunia dan akherat, ideologi dan pengetahuan serta
dimensi yang menyangkut kehidupan manusia, maka tajdid diorientasikan pada
pengembangan serta peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).
d)
Pembaharuan
Islam menyangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus rapi, terorgansir dan
memiliki manajemen yang professional, sehingga mampu bersaing dengan yang
lainnya.
e)
Pembaharuan
dalam bidang etos kerja. Point ini juga menjadi focus perhatian Muhammadiyah
karena etos kerja umat Islam saat berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.
Sehingga
berdasar BRM nomor khusus “Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih” XXII: 47,
menyebutkan bahwa gerakan tajdid merupakan karakter bagi organisasi
Muhammadiyah.
2. Model-model tajrid
a)
Dalam
bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid’ah. Khurafat
adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Hanya
ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul
karena ingin memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas,
sehingga yang dilakukan adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan
dengan kenduri dan tahlil dengan menggunakan lafal Islam.
b)
Realitas
sosio-agama yang dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad Dahlan
melakukan pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali mengatakan
bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam
dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya
C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
a)
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam
b)
Muhammadiyah
sebagai gerakan Dakwah Islam
c)
Muhammadiyah
sebagai gerakan Tajdid
D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
Berdasarkan
model gerakan keagamaan Muhammadiyah, gerakan-gerakan tersebut memliki makna,
seperti:
a)
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam, hal ini didasari pada Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah. Didalam MAMD terdapat beberapa unsur yang mendasari setiap
kegiatan organisasi Muhammadiyah, dan sebagai gerakan Islam hal ini didasar
oleh Surat Ali-Imran ayat 104. Didalam surat Ali-Imran ayat 104 yang memiliki
arti “dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Tegasnya, gerakan Muhammadiyah
hendak berusaha menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riel, kongkrit, dan
nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai Rahmatan
Lil ‘Alamin.
b)
Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah Islam, masih didasarkan pada Surat Ali-Imran ayat 104
maka Muhammadiyah meletakan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu
dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan atau
kancah perjuangannya. Untuk mencapai setiap lini dalam masyarakat, organisasi
Muhammadiyah memiliki 7 organisasi otonom yang mewakili setiap lini.
c)
Muhammadiyah
sebagai gerakan Tajdid, seperti yang dibahas diatas bahwa Tajdid merupakan
watak dari organisasi Muhammadiyah. Organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan
tajdid, berupaya melakukan koreksi dan evaluasi pemikiran manusia agar sesuai
dengan perkembangan dan kemajuan zaman dengan tidak meninggalkan
prinsip-prinsip Islam.
E. Gerakan Tajdid 100 Tahun Kedua
Perkembangan
gerakan Muhammadiyah saat ini secara fisik dan kuantitatif sudah menunjukkan
peningkatan yang sangat pesat. Secara organisatoris struktur organisasi
Muhammadiyah telah tersebar di hampir seluruh penjuru tanah air, bahkan
belakangan mulai marak perkembangannya di manca negara dalam bentuk Pimpinan
Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).
Dari
sisi amal usaha perkembangannya juga tidak kalah menggembirakan. Meskipun
banyak sekolah Muhammadiyah yang tutup, tetapi pertumbuhan amal usaha di
berbagai bidang terutama di bidang pendidikan dan kesehatan terus mengalami
peningkatan.
Munculnya
semangat untuk mendirikan amal usaha ini disatu sisi merupakan sebuah fenomena
yang menggembirakan, tetapi disisi lain juga memprihatinkan. Hal ini terjadi
karena meskipun secara kuantitatif gerakan Muhammadiyah mengalami pertumbuhan
yang terus meningkat, tetapi banyak pihak yang menilai ruh gerakan Muhammadiyah
justru nampak semakin memudar. Amal usaha yang pada awalnya didirikan dengan
orientasi kemanusiaan untuk menolong kesengsaraan umum sekarang lebih cenderung
berorientasi material dan finansial.
Kemandirian
yang dulu menjadi ciri utama lembaga-lembaga yang didirikan oleh Muhammadiyah
sekarang juga nampak mulai melemah. Sehingga kemudian muncul anekdot yang
menyatakan bahwa saat ini amal usaha Muhammadiyah telah kehilangan “amalnya,”
yang menonjol hanya “usahanya” saja.
Muhammadiyah
memandang tajdid sebagai salah satu watak dari ajaran Islam. Tajdid dalam
pandangan Muhammadiyah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pemurnian (purifikasi)
dan dimensi peningkatan, pengembangan, modernisasi atau yang semakna dengan itu
(dinamisasi). Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan
matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qu’ran dan As-
Sunnah Ash-Shahihah sedangkan dalam pengertian “peningkatan atau pengembangan”
tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam
dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Beberapa
tahun belakangan ini kritik maupun otokritik mengenai stagnasi gerakan tajdid
Muhammadiyah berhembus semakin kencang. Suara-suara kritis tersebut hampir
senada menyatakan bahwa gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah
selama hampir satu abad ini telah mengalami stagnasi dan belum beranjak dari
ide-ide besar KH Ahmad Dahlan. Gagasan-gagasan seperti pelurusan arah kiblat,
shalat hari raya di lapangan terbuka, khutbah jum’at dengan bahasa Indonesia
atau bahasa daerah yang dirintis oleh generasi awal Muhammadiyah dan tercatat
dalam keputusan-keputusan permusyawaratan di awal berdirinya Muhammadiyah, saat
ini sudah dianggap suatu hal yang biasa.
Gagasan
pendirian sekolah Islam modern, rumah sakit, rumah miskin dan rumah yatim yang
dulu dikecam, dicemooh dan menjadi bahan tertawaan, sekarang sudah banyak
diikuti dan diteruskan dengan lebih baik oleh organisasi-organisasi Islam lain.
Pertanyaannya kemudian apakah ini merupakan sinyal bahwa tugas pembaharuan
Muhammadiyah sudah selesai dan selanjutnya akan digantikan oleh organisasi lain?
Ataukah Muhammadiyah masih bisa menunjukkan jati diri sebagai gerakan tajdid
setelah melewati siklus 100 tahun dari awal kelahirannya? Tentu ini pertanyaan
yang tidak mudah untuk dijawab. Jawabannya terletak pada kemampuan Muhammadiyah
untuk memunculkan gagasan-gagasan pembaharuan jilid kedua yangbukan hanya
melampaui gagasan KH Ahmad Dahlan tetapi juga mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi umat manusia saat ini dan di masa yang akan datang.
Komentar
Posting Komentar